Monday, March 31, 2014

Sepenggal Kisah (Bag.I)

Begitu banyak kata yang berkecamuk dalam pikiranku, mengutarakan begitu banyak luka dan kepedihan juga kekecewaan tanpa batas yang pasti. Entah harus kumulai darimana rangkaian ceritaku ini akan kutorehkan dalam kertas, seakan begitu sedikitnya wawasanku akan kosakata.

Sore itu langit begitu cerah, aku tidak sabar lagi untuk bermain diluasnya padang rumput itu. Tempat aku menghabiskan soreku bersama teman-teman yang tidak sebaya denganku. Umurku dengan mereka terpaut 3 sampai 4 tahun lebih tua, wajarlah toh mereka sebenarnya teman-teman paman ku yang paling bungsu. Aku sendiri tidak punya banyak teman, terutama teman sekolah. Aku bukanlah anak yang pintar bergaul, otak pun seadanya sajalah sesuai dengan kelasku, tidak ada yang istimewa yang bisa aku tawarkan pada guru atau teman-temanku yang bisa membuat mereka setidaknya mempertimbangkan aku sebagai temannya. 

Tidak ada yang bisa kuperbuat mengenai hal itu, tidak pula aku mengeluh, lagipula kepada siapa aku bisa mengeluh, keluhan tidak akan mengubah apapun. Oh ya, satu-satunya kelebihanku adalah aku termasuk anak yang beruntung lahir sebagai cucu pejabat kereta api yang saat itu sungguhlah suatu prestige yang luar biasa. Jadi jika saat itu ada yang mau berteman denganku, setidaknya itu karena aku punya rumah paling besar diantara mereka. Apa yang membuat aku tidak percaya diri juga karena aku merasa berbeda dari teman-temanku, aku tidak punya orang tua yang semestinya. Yang aku punya hanyalah wali, bukan ayah dan ibu yang selalu mengantar anaknya sekolah dan memberi kecupan selamat belajar sebelum berangkat sekolah. 

*sigh* .. aku tahu, aku tidak hidup dalam dongeng dimana segala sesuatunya terlihat dan berjalan dengan sempurna. Tapi bukan berarti aku tidak boleh bermimpi akan suatu kehidupan yang sempurna. Di sela waktu istirahatku atau sesaat sebelum aku terlelap menyerahkan diriku pada nyamannya sebuah kasur, selalu aku selipkan sebuah cerita tentang dunia yang baru, dimana aku pun hidup dalam dunia itu. Dunia yang penuh dengan bunga mawar berwarna putih, sepasang orang tua, seorang kakak laki-laki, aku sendiri, dan seekor kuda jantan besar berwarna putih. Ya, tertawalah.. memang itu yang terjadi jika aku menyampaikan prolog seperti ini, terutama mereka para skeptical cinta dan kebahagiaan. Mereka yang bukan petarung sepertiku, mereka yang mudah menyerah akan ganasnya kehidupan dan mengasingkan diri dari keindahan sebuah mimpi. Aku pun tidak menyalahkan mereka.

Padang rumput itu, aku ingat bagaimana rumput-rumput liarnya yang tinggi tertiup angin sore dan suara bocah-bocah lelaki berteriak dan tertawa bermain sebagai penjahat mengejar para bocah lainnya. Berlari dengan kencang, melompat dengan penuh semangat, terjatuh dan kembali berlari. Sang angin pun tampak ikut bermain, menghembuskan nafas kegembiraan, memberi kesejukan pada wajah berkeringat mereka, membelai rambut-rambut mereka layaknya surai kuda yang berlari di padang nan luas. Aku si anak bawang selalu mengikuti apa yang dikatakan para dayang dan pengawal, lari kesana kemari, ditarik kesana dan kesini. Sampai langit berubah warna menjadi keperakan, saat sang senja menghantar khatulistiwa, dan kami pun kembali ke rumah masing-masing untuk melepas lelah dan kembali ke peraduan...

[bersambung.. entah kapan..]

Sunday, March 30, 2014

Hati yang Renta

Sudah..

Cukuplah sudah hatiku kau siksa..

Aku mungkin terlihat tangguh layaknya baja,
Seolah hatiku pun berlapis tembaga.
Namun nyatanya hati aku sudah renta..

Renta bukan karena termakan usia,
Melainkan renta karena terkikis kata.

Tak sanggup lagi jika hatiku harus kehilangan penyangga,
Karena hatiku yang renta tak mampu lagi berkelana.

Bisa-bisa aku kehilangan hati tak bersisa...

Thursday, March 13, 2014

Kitab Omong Kosong

Jadi ceritanya saat saya lagi liat-liat buku di Periplus, tepatnya di rak dekat kasir, ada buku yang menarik perhatian saya. Buku itu tebalnya 4cm, hard cover dengan background putih bergambarkan tokoh pewayangan (saya menyimpulkan begitu karena ada gambar Hanuman-nya), dan judulnya yang sangat menarik perhatian otak saya yaitu "Kitab Omong Kosong". Walaupun di sinopsis belakangnya dibilang buku ini tidak layak baca, si penulis tampaknya ingin mengecoh saja. Biasanya orang-orang justru penasaran dengan segala sesuatu yang ada kata 'jangan' atau 'tidak layak' dan semacamnya.. Well, setidaknya saya begitu :) dan saya beruntung tentunya, buku ini ternyata layak dibaca.

Dalam buku ini si penulis menceritakan mengenai dunia pewayangan dengan cara yang berbeda dan tidak membosankan. Sangat menarik sekali bagaimana sang penulis menggabungkan kisah antara dua dunia dalam satu kisah. Saya pikir juga si penulis buku ini masih muda atau setengah baya gitu, tapi ternyata sudah sepuh.. ya wajar saja karya beliau cukup mempesona saya.

Jadi inti cerita dari buku ini selain cerita-cerita pendek mengenai asal usul tokoh pewayangan dalam kisah Ramayana adalah kisah sepasang manusia yang dipertemukan oleh takdir, lalu berkelana mencari 5 bagian dari kitab omong kosong di penjuru dunia yang dibuat dan disebar oleh sang Hanuman. Adapun kelima bagian kitab omong kosong tersebut antara lain : 

1. Dunia seperti adanya Dunia ; maksudnya ya dunia yang diartikan dan dilihat secara umum. 
2. Dunia dalam pandangan manusia ; maksudnya dunia menurut pemahaman masing2, bagaimana setiap individu melihat dan menafsirkan sendiri.
3. Dunia yang tidak ada ; kemustahilan belaka, hanya bahan perenungan saja menurut saya.
4. Mengadakan dunia ; ini kurang lebih sama dengan slogan "make  and live your own world"
5. Kitab Keheningan ; nah ini maksudnya, sediakan waktu hening setiap harinya untuk memahami diri sendiri dan dunia :) seperti halnya sepenggal bait berikut yang saya kutip dari buku bersangkutan :

Kitab Kosong menanti huruf
Siapa sedang membaca semesta
Dunia bagai sejuta cerita
Mengisi lembar kitab yang kosong

Penjelasan untuk masing-masing bagian diatas sengaja saya artikan dengan bahasa saya sendiri yang super ringkes, soalnya kalo saya menyalin langsung dari bukunya akan panjang sekali, dan agak sulit dimengerti hanya dengan sekali baca. Jadi intinya sih seperti yang sudah saya sebut diatas. 

Buat saya pribadi, buku ini memang bukan hanya sebuah buku, tapi memang beneran kitab :)) banyak banget point-point berguna dan bermanfaat yang disampaikan oleh si penulis melalui cerita ini. Dan memang tidak bisa langsung telan saja, perlu dicerna dengan baik, dihayati dan dimengerti, lalu diamalkan. 
Nah, bener kan.. sifat-sifatnya sudah menyerupai kitab.. hahah!

Oh iya, ada beberapa kalimat, kata-kata, atau bagian yang saya suka dari buku ini, dan saya koleksi di tumblr saya  dengan tag  #KitabOmongKosong . Buat yang lagi iseng pengen tau apa-apa aja yang menurut saya layak untuk disimpen, bisa ditengok kesitu.

Selain itu, efek dari membaca buku ini adalah saya jadi pengen mempelajari lebih banyak lagi mengenai dunia perwayangan. Rasanya ada chemistry yang tak dapat dijelaskan gitu deh.. 

Hahah!

Wednesday, March 12, 2014

Coretan Saat Hujan

Corat sana coret sini
Rasanya tidak ada kata yang pas mewakili diri
Hilang tertelan di lautan aksara tanpa makna
Terbata dalam merangkai sebuah kata

Kata tak kunjung menjadi kalimat
Rasa tak kunjung hilang walau sesaat
Ah!

Lontarkan semua yang ada
Buang semua tanpa sisa
Biarkan hati dan kepala lapang
Lalu kau pun akan terbang
Terbang dalam angan tak terkekang